BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Saat ini lingkungan pendidikan yang sangat kompetitif akan memiliki dampak seperti tuntutan untuk selalu membangun keunggulan kompetitif, pemutakhirkan peta perjalanan (roadmap) organisasi secara berkelanjutan, penentuan langkah-langkah strategik ke depan, pengerahkan, pemusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh staf dalam mewujudkan masa depan organisasi. Dan kecenderungan umum, pendidikan saat ini hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencana masa depan organisasi, sehingga menjadi tidak koheren antara Visi dan Misi, Tujuan organisasi, Rencana Jangka Pendek dan Jangka Panjang, Implementasi.
Sebagian
besar organisasi hanya mengandalkan manajemen puncak untuk menyusun perencanaan
strategik, sementara manajemen menengah sampai karyawan hvanya melakukan
implementasi rencana jangka panjang dan pendek. Sistem ini hanya pas untuk
lingkungan yang stabil yang di dalamnya prediksi masih dapat diandalkan untuk
memperkirakan masa depan organisasi. Dalam pengembangan aktivitas, perguruan
tinggi harus melibatkan seluruh unit kerja dan personel didalamnya dalam
perencanaan strategiknya untuk mengubah mode operasi organisasi dari plan and
control menjadi sense and respond. Dengan mekanisme baru ini, diharapkan akan
dapat terlihat dan terukur seluruh kinerja organisasi dalam berbagai level.
B. Rumusan Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah:
a. Hakekat strategi perumusan visi,
misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
b. Langkah-langkah penyusunan visi,
misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi pendidikan
c. Analisis peluang dan tantangan
sistem pendidikan nasional
d. Tujuan dan Manfaat Penulisan
C. Tujuan dalam penulisan makalah ini
adalah:
a.
Mengetahui
strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan organisasi
pendidikan
b.
Mengetahui
langkah-langkah strategi perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan
organisasi pendidikan
c.
Memberikan
gambaran analisis peluang dan tantangan sistem pendidikan nasional
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Hakekat Strategi Perumusan Visi,
Misi, Tujuan, Sasaran dan Kegiatan Organisasi Pendidikan
1. Visi
Visi
adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk
memandu perumusan visi sekolah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke
depan kemana sekolah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang
diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin
kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Gambaran
tersebut tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang
pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya jumlah pendidikan
nasional sesuai jenjang dan jenis sekolahnya dan juga sesuai dengan profil
sekolah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi sekolah harus tetap dalam
koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan
masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama tetapi profil sekolah
khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani sekolah tidak selalu
sama. Oleh karena itu dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak sma dengan
sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional yaitu tujuan
pendidikan nasional. Visi juga dapat dilihat sebagai pandangan kedepan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Berorientasi kemasa depan yang lebih
baik , bukan status quo
b. Antisipasi tentang kecenderungan
perkembangan sejarah , budaya dan nilai-nilai yang dianut organisasi
c. Keunikan (kekhasan) dan kompetensi
yang ditonjolkan
d. Standart keunggulan, mewujudkan
cita-cita yang tinggi dan ambisi yang kuat
e. Rangsangan insprisasi, antusiasme,
dan komitmen
f. Kejalan atau sebagai arah untuk ,mencapai
tujuan.
2. Misi
Misi
adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi
harus mengakomodasi semua semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memnuhi
kepentingan masing-masing kelompok yang terkait dengan sekolah. Dalam
merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan
kelompok-kelompok kepenting yang terkait dengaan sekolah. Dengan kata lain,
misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi
dengan berbagai indikatornya.
3. Sasaran
Bertolak
dari visi dan misi, selanjutnya sekolah merumuskan tujuan. Tujuan
merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan
“kapan’ tujuan akan dicapai. Jika misi dan misi terkait dengan jangka waktu
yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun. Dengan
demikian tujuan pada dasarnya merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang
telah dicanangkan.
Jika
visi merupakan gambaran sekolah di masa depan secara utuh (ideal), maka
tujuan yang ingin dicapai dalam jangka waktu 3 tahun mungkin belum se ideal
visi atau belum selengkap visi. Dengan kata lain, tujuan merupakan tahapan
untuk mencapai visi.
4. Sasaran / Tujuan Situasional
Setelah
tujuan sekolah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya
adalah memetapkan sasaran /target/ tujuan situasional/ tujuan jangka pendek.
Sasaran adalah penjabaran yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh
sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan sekolah. Rumusan
sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas,
efektifitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa salah satu atau kombinasi).
Agar sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik,
terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci.
Meskipun sasaran bersumber dari tujuan namun dalam penentuan sasaran yang mana
dan berapa besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata
yang dihadapi oleh sekolah.
a. Mengindentifikasi Tantangan Nyata
Sekolah
Pada
tahap ini, sekolah melakukan analisis output sekolah yang hasilnya berupa
identifikasi tantangan nyata yang dihadapi oleh sekolah. Tantangan adalah
selisih (ketidak sesuaian) antara output sekolah saat ini dan output sekolah
yang diharapkan di masa yang akan datang (tujuan sekolah). Output sekolah saat
ini dapat dengan mudah diidentifikasi, karena tersedia datanya. Akan tetapi
bagaimanakah caranya mengindetifikasi output sekolah yang diharapkan, sehingga
output yang diharapkan tersebut cukup realistis? Caranya, perlu dilakukan
analisis prakiraan (forecasting) lengkap dengan asumsi-asumsinya untuk
menemukan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan di masa depan.
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik (misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efesiensi. Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik (misal; NEM dan LKIR) dan non akademik (misal; olah raga dan kesenian). Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan.
Produktivitas
adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik output
maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah,
misalnya jumlah guru, model sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output
sekolah, misalnya; jumlah siswa yang lulus sekolah setiap tahunnya. Contoh
produktivitas, misalnya, jika tahun ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan
siswanya dari pada tahun lalu dengan input yang sama (jumlah guru, fasilitas,
dsb.), maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif
dara pada tahun sebelumnya. Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk
persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan.
Efisiensi dapat diklarifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan
efesiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output
sekolah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan
untuk memproses/menghasilkan output sekolah. Efesiensi internal biasanya diukur
dengan biaya – efektivitas. Setiap penilaian biaya-efektifitas selalu
memerlukan dua hal, yaitu penilaian ekonomik untuk mengukur biaya masukan
(input) dan penilaian hasil pembelajaran (prestasi belajar, lama belajar, angka
putus sekolah).
b. Merumuskan Sasaran (tujuan
situasional)
Berdasarkan tantangan nyata yang
dihadapi sekolah, maka dirumuskanlah sasaran/ tujuan situasional yang akan
dicapai oleh sekolah. Meskipun sasaran dirumuskan berdasarkan atas tantangan
nyata yang dihadapi oleh sekolah, namun perumusan sasaran tersebut harus tetap
mengacu pada visi, misi dan tujuan sekolah merupakan sumber pengertian (sumber
referensi) bagi perumusan sasaran sekolah. Karena itu, sebelum merumuskan
sasaran sekolah yang akan dicapai, setiap sekolah harus memiliki visi, misi dan
tujuan sekolah.
c. Mengindentifikasi Fungsi-fungsi yang
Diperlukan untuk Mencapai sasaran
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah menindentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
d. Melakukan Analisis SWOT
Setelah
fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi, maka
langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan
faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, opportunity, and
Threat) Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan
setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan.
e. Alternatif Langkah Pemecahan
Persoalan
Dari hasil analisis SWOT, maka
langkah berikutnya adalah memilih langkah- langkah pemecahan (peniadaan)
persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap
menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan
ada ketidak siapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan
tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan
tindakan-tindakan yang mengubah ketidak siapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan
yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang
hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar
menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih
faktor yang bermakna kekuatan dan/atau peluang.
f. Menyusun Rencana dan Program
Peningkatan Mutu
Berdasarkan
langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, sekolah bersama-sama dengan semua
unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan jangka
panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut.
Sekolah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua
kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBS, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk
jangka pendek, menengah, dan panjang.
g. Melaksanakan Rencana Peningkatan
Mutu
Dalam melaksanakan rencana
peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara sekolah, orang
tua siswa, dan masyarakat, maka sekolah perlu mengambil langkah proaktif untuk
mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala sekolah dan guru
hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal
mungkin, menggunakan pengalaman- pengalaman masa lalu yang dianggap efektif,
dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kepala sekolah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan
program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan. Karena itu, sekolah harus dapat membebaskan diri dari
keterikatan-keterikatan birokrastis yang biasanya banyak menghambat
penyelenggaraan pendidikan.
h. Melakukan Monitoring dan Evaluasi
Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan program, sekolah perlu mengadakan evaluasi pelaksanan program,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan
setiap akhir caturwulan untuk mengetahui keberhasilan program secara bertahap.
Bilamana pada pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak
mendukung, maka sekolah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan
mutu pada catur wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada
setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu
telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki
pada tahun-tahun berikutnya.
i. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
Sebagaimana dikemukakan terdahulu,
terdahulu hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi
perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah
pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi sekolah dan orang tua peserta
didik untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang.
B. Manajemen Pendidikan Nasional
H.A.R.
Tilaar mengemukakan tentang keberhasilan pembangunan pendidikan nasional,
“Kalau etape pertama berkenaan dengan berbagai target kuantitatif dalam
pembangunan, yang kedua berkaitan dengan kepengaturan sistem pendidikan
nasional”. Pernyataan tersebut menegaskan kepada kita tentang pentingnya
manajemen pendidikan sebagai bagian dari manajemen pembangunan nasional.
Manajemen
pendidikan nasional sangat penting karena bukan saja pendidikan itu merupakan
kebutuhan dasar manusia Indonesia, akan tetapi merupakan salah satu dinamisator
pembangunan. Oleh karena itu manajemen pendidikan haruslah merupakan
subsistem dri sistem manajemen pembangunan nasional. Seperti apa dan
bagaimana manajemen pendidikan nasional? Di dalam tulisan ini
penulis mengartkan “manajemen pendidikan” sebagai suatu kegiatan anggota
mengimplikasikan adanya perencanaan atau rencana pendidikan serta kegiatan
implementasinya.
Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang dihadapi umat manusia serta proses demokratisasi.
Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Ditegaskan oleh HAR. Tilaar bahwa pada dekade 90-an ini dunia menyaksikan suatu perubahan besar dalam tata kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang tidak berakar pada nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Kecenderungan itu adalah humanisasi dri proses pembangunan, globalisasi dari masalah yang dihadapi umat manusia serta proses demokratisasi.
Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya.
Pada
awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan
besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan
dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang
telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global dunia pendidikan dituntut
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam
pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah,
perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga
dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan
keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat.
Pada
saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan
yang menonjol (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih
rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen
pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu
pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi. Ketimpangan pemerataan
pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis yaitu antara perkotaan dan
perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat
Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun antargender.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain, dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksanakan oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukkan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), studi untuk kemampuan matematika siswa SLTP di Indonesia hanya berada pada urutan ke-39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta.
Manajemen
pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis sehingga
kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan
pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis tersebut telah menyebabkan
kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodasi perbedaan
keragaman/kepentingan daerah/sekolah/peserta-didik, mematikan partisipasi masyarakat
dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan kebocoran
alokasi anggaran pendidikan.
Sementara
itu, penyebaran sumber daya manusia penelitian dengan berbagai macam dan
tingkatan belum sesuai dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Selain
itu, masih dirasakan kurangnya budaya berpikir kritis, penghargaan karya cipta
(HAKI) yang belum memadai, kurang efektifnya sistem kelembagaan dan perangkat
perundang-undangan serta sertifikasi profesi ilmiah.
Secara
teoritis seperti diungkapkan oleh Tilaar ada beberapa alasan mengenai
pendidikan di Indonesia. Pertama, Masyarakat dan bangsa kita dalam
ancang-ancang memasuki tahap pembangunan nasional yang penting yaitu
pembangunan nasional jangka panjang kedua. Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran
mengenai kebijakan yang perlu dirumuskan dalam berbagai bidang, termasuk bidang
pedidikan, yang teramat strategis dan vital. Menurutnya pada tahap pembangaunan
nasional jangka pajang kedua akan menitik beratkan pada peningkatan kualitas manusia
dan masyarakat Indonesia, yang tidak lain akan bertumpu pada pendidikan.
Alasan.
Kedua, Tilaar konsen pada pendidikan saat ini ialah pengamatan dia mengenai
perkembangan dunia pendidikan nsional dewasa ini yang semakin membutuhkan suatu
manajemen atau npengelolaan yang semakin baik. Dikatakan krisis pendidikan yang
kita hadapi dewasa ini berkisar kepada krisis manajemen.
Menurutnya
manajemen pendidikan dirumuskan sebagai mobilisasi segala sumber daya
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan, maka apa yang kita
hadapi ialah berbagai hambatan yang menghadang pencapaian tujuan tersebut.
Misalnya masalah pembiayaan pendidikan, masalah tenaga kependidikan khususnya
guru SD, dualisme pengelolaan SD, masalah penggauran lulusan perguruan tinggi
dan menengah. Masalah perguruan swasta, dan sebagai kulminasi dari
keseluruhan masalah manajemen tersebut di atas ialah rendahnya kulaitas
pendidikan kita.
Masalah
manajemen pendidikan menyangkut efisiensi dalam pemanfaatan sumber yang ada.
Masih lembahnya manajemen pendidikan kita menunjukkan sisem pdnidikan nasional
masih belum efisien. Hal itu bisa ditunjukkan bahwa pengembangan
sistem pendidikan nasional kita bukan hanya memerlukan konsep-konsep manajemen
pendidikan yang mantap, tetapi juga mmerlukan pengetahuan dan pengalaman
manajemen pendidikan secara sistematis yang dikembangkan dan diterapkan dalam
situasi dan kondisi sosial ekonomi negara kita yang beraneka ragam tersebut.
Sejalan dengan itu kebutuhan manajer-manajer pendidikan yang profesional
sudah merupakan keharusan
1. Globalisasi, Humanisasi dan
Demokratisasi.
“Pada
awal dua dasawarsa terakhir abad kedua puluh, kita menemukan diri kita berada
dalam suatu krisis global yang serius, yaitu suatu krisis kompleks dan
multidemensional yang segi-seginya menyentuh setiap aspek kehidupan kesehatan
dan mata pencaharian, kualitas lingkungan dan hubungan sosial, ekonomi,
teknologi, dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalm dimensi-dimensi
intelektual, moral dan spriritual, suatu krisis yang belum pernah terjadi
sebelumnya dalam catatan sejarah manusia. Untuk pertama kalinya kita dihadapkan
pada ancaman kepunahan ras manusia yang nyata dan bentuk kehidupan di palanet
ini”. (Fritjof Capra,1981).
Kehidupan
manusia memang sedang dihadapkan pada gejala globalisasi, dimana globalisasi
ini akan menerjang siapa saja. Kalau Gelombang Tsunami menerjang mereka yang
hidup di pantai dan sekitarnya maka globalisasi tidak padang bulu baik di
pantai maupun dipegunungan semua akan dibabat habis. Sebetulnya apa sebenarnya
globalisasi ini. Beberapa pengertian globalisasi akan memberikan pemahaman
kepada kita, apa sebenarnya globalisasi ini. Menurut Engking Suwarman (2005),
dalam perkuliahaan beliau menjelaskan beberapa definisi globalisasi yaitu
“Proses mendunia sarat dengan perubahan yang cepat dan radikal diberbagai aspek
kehidupan manusia. Proses meningkatkan tingkatan kesejahteraan masyarakat dari
negara berkembang setara dengan yang ada dinegara maju. Proses
menciptakan ketergantungan negara bekembang dri negara maju”.
Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. “Proses informastisasi yang cepat karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut”. Menurutnya hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan globalisasi ini.
Bahasan serupa seperti diungkapkan oleh Marta Tilaar. “Proses informastisasi yang cepat karerna kemajuaan teknologi semakin membuat horison kehidpan di planet dunia ini semakin meluas dan sekaligus dunia semakin mengerut”. Menurutnya hal ini berarti berbagai masalah kehidupan manusia menjadi masalah global atau setidak-tidaknya tidak dapat dilepaskan dari perangaruh kejadian di belahan bumi lain, baik maslah politik, ekonomi, maupun sosial. Pendidikan bertugas untukmengembangkan kesadaran atas tanggung jawab setiap warga negara terhadap kelanjutan hidupnya, bukan saja terhadap lingkungan masyarakatnya, dan negara, juga terhadap kehidupan manusia. Dalam konstalasi global ini pendidikan berperan sangat dominan. Karena pendidikan ini akan meningkatkan taraf kecerdasan manusia. Hanya manusia yang cerdaslah yang mampu menghadapi tantangan globalisasi ini.
Tantangan
lain yang mewarnai kehidupan manusai dewasa ini adalah kearah dunia yang lebih
mementingkan nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam usahanya untuk pengaturan
kehidupan politik maupun sosial ekonomi. Hancurnya sistem pemerintahan
yang mementingkan kekuasaan atau otoriter merupakan wujud keinginan manusia
utnuk menuntuk kehidupan kemerdekaan sejati. Dalam bidang kesejahteraan
misalnya The World Summit for Children di PBB menunjukkan kepedulian pemerintah
terhadap penyelamatan generasi muda terutama nasim anak-anak sebagai generasi
penerus abab 21. Usaha yang mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam
pendidikan telah melahirkan kembali pendekatan pendidikan yang mementingkan
pengembangan kreativitas dalam kepribadian anak. Inilah disebut gerakan
humanisasi dalam proses pendidikan. Gerakan humnaisasi ini meminta reformasi
yang mendasar dalam pendidikan dalam metodologi belajr sampai dengan manajemen
dan perencanaan pendidikan. Disinyalir masih banyak negara yang belum siap
untuk menghadapi perubahan global, hal ini menuntut reformasi pendidikan yang
meminta pendekatan baru mengenai makna kehidupan, restrukturisasi pendidikan
nasional, penyesuaian peranan pendidikan dalam dunia yang berkembang.
Semua pemikiran ini meminta penilaian kembali terhdap tujuan pendidikan,
kurikulum, proses pendidikan, serta restrukturisasi manajemen pendidikan.
Humanisasi
kehidupan manusia berkaitan erat dengan demokratisasi kehidupan manusia.
Demokrasi adalah penghormatan kepda nilai-nilai kemanusiaan. Demorasi ini
memungkinkan kreativitas manusia dalam peningkatan kehidupannya. Demokratisasi
pendidikan mempunyai dampak yang sangat besar dalam proses perencanaan dan manajemen
pendidikan. Dalam hal ini menuntut perubahan dari sistem perencanaan dan
manajemen pendidikan yang birokratik menjadi sistem perencanaan dan manajemen
yang terbuka.
Kenyataanya
di Indonesia masih kental dengan sistem manajemen pendidikan yang sentralistik
dan birokratik. Di masa globalisasi ini sistem manajemen yang demikian sudah
tidak sesuai lagi. Sistem perencanaan dan manajemen pendidikan nasional harus
bersifa terbuka dan fleksibel. Oleh karenanya menuntut perubahan dari yang
birokratik yang cenderung kental dengan kekuasaan berubah menjadi terbuka dan
cenderung partisipatoris, artinya perencanaan dan manajemen harus melibatkan
semua pihak. Dengan demikian pendidikan akan disesuaikan dengan kebutuhan riil
manusia atau masyarakat.
2. Manajemen sistem pendidikan sebagai
kebutuhan masa depan.
Berbicara manajemen sistem
pendidikan, maka perhatian kita arahkan pada SISMENAS, yang merupakan suatu
perpaduan dari tata nilai, struktur dan proses yang merupakan himpunan usah
untuk mencapai kehematan, daya guna dan hasil guna sebesar mu ngkin dalam
menggunakan sjmber dana dan daya guna nasional dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional. Ada 3 faktor dalam sistem tersebut : yaitu manajemen sebagai
faktor upaya, organisasi sebagai faktor sarana, dan administrasi sebagai faktor
karsa. Ketiga faktor ini memberikan arah dan perpaduan dalam merumuskan,
mengendalikan pelaksanaan, mengawasi serta menilai pelaksanaan
kebijakan-kebijakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN).
Didalam SISMENAS tersusun dalam beberapa setting yang disebut tatanan dalam, yaitu Tata Laksana Pemerintahan (TLP), Tata Administrasi Negara (TAN).
SISMENAS sendiri merupakan proses
pengambilan keputusan berkewenangan (TPKB), hal ini terjadi pada TAN dan TLP.
TPKB bisa terlaksana diperlukan arus masuk yaitu dari Tata Kehidupan Masyarakat
(TKM), dan melewati Tata Politi Nasional (TPN). SISMENAS secara
fungsional mempunyai fungsi: yaitu pembuatan aturan, penerapan aturan dan
penghakiman aturan. Selanjutnya unsur-unsur sistem dalam manajemen pendidikan
nasional itu akan menjadi pedoman pelaksanaan sistem pendidikan nasional kita.
Memperhatikan begitu pentingnya
manajemen sistem pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional serta
menunjukkan perhatian aspek kehidupan manusia ini merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
manajemen sistem pendidikan merupakan satu kebutuhan bagi manusia di masa
mendatang.
Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsep-konsep sebagai berikut :
Salah satu tuntutan pembangunan nasional adalah tersedianya tenaga-tenaga yagn cakap dan terampil dalam jumlah yang memadai, maka SISDIKNAS tidak dapt melepaskan diri dari kebutuhan masyarakat terhadap tenaga-tenaga tersebut. Selanjutnya untuk memenuhi tuntutuan tersebut upaya-upaya yang dilakukan antara lain melalui penekanan pada konsep-konsep sebagai berikut :
a. Konsep pendidikan berkelanjutan
Ketentuan
pemerintah mengenai jalur penyelenggaraan pendidikan yaitu jalur pendidikan
sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dua jalur tersebut dalam pelaksanaanya
memiliki karakteristik yang berbeda. Pendidikan berkelajutan ini termasuk dalam
jalur pendidikan luar sekolah, jalur pendidikan berkelanjutan tidak terbatas
pada usia dan ruang sekolah secara formal. Pendidikan berkelanjutan adalah
konsep pendidikan yang berlangsung sepanjang hayat, termasuk dalam konsep ini
adalah bentuk pelatihan yang mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar
pendidikan formal. Pelatihan mempunyai konotasi keterampilan tertentu.
2. Modalitas pendidikan dan pelatihan
berbeda.
3. Dimensi pengembangan perilaku
berbeda.
4. Pendidikan dan Pelatihan
Tinjauan
teoritik di atas menunjukkan bahwa pembedaan antara pendidikan (formal) dan
pelatihan adalah artifisial. Keduanya saling mengisi dalam rangka pengembangan
manusia Indonesia seutuhnya sebagai pelaksana pembangunan.
Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.
Memperhatikan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan sebagai kebutuhan nasional artinya bahwa manajemen pendidikan harus memperhatikan kebutuhan manusia dalam konstalasi pembangunan nasional, dimana ditemukan konsep pendidikan berkelanjutan, yaitu konsep pendidikan yang tidak mengenal batas usia dan ruang secara formal, dan merupakan konsep pendidikan sepanjang hayat.
3. Perencanaan Manajemen Pendidikan
Nasional
Perencanaan
Pendidikan Nasional pada hakekatnya adalah bagian dari SISMENAS, Rencana
manajemen pendidikan nasional merupakan subsistem dari SISMENAS. RENMENDIKNAS
sebagi sub sistem SISMENAS pelaksanaannya dapat dikemukakan dalam
fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. TKM sebagai arus masukan
SISDIKNAS; Tata kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh
arus globalisasi. Pengaruh-pengaruh tersebut harus disaring agar dapat
memberikan dampak positif dalam pembinaan SISDIkNAS. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam membendung pengaruh tersebut, pertama dari perlu dibina
ketahan sistem itu sendiri, kedua ketahanan yang dimaksud adalah adalah
ketahanan nasional yang berpijak pada kebudayaan nasional dan tujuan nasional.
b. Fungsi-fungsi TKPB untuk mewujudkan
kepentingan rakyat melalui SISDIKNAS. Fungsi ini dipergunakan untukmewujudkan
kepentingan masyarakat, dalam hal ii kepentingan rakyat untuk memperoleh
pendidikan yang berkualitas. TKPB sendiri mempunyai fungsi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan.
c. Administrasi SISDIKNAS; Administrasi
sebagai sebagai faktor karsa dri SISMENAS meliputi dua hal :
1) Pengaturan partisipasi perorangan
dan kelompok
2) Pengaturan kekuasaan dan kewenangan.
3) Manajemen SISDIKNAS; Manajemen
Sisdiknas merupakan suatu proses sosial yang direkayasa untuk mencapai tujuan
sisdiknas secara efisien, dan efektif dengan mengikutsertakan kerjasama, serta
partisipasi seluruh masyarakat. Ada tiga hal yang penting yaitu :
a) Manajemen SISDIKNAS sebagai sutu
proses sosial.
b) Rekayasa utnuk mencapai tujuan
SISDIKNAS
c) Pengikutsertaan (partisipasi)
masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Strategi Pendidikan Nasional
Untuk
mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini
pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan antara lain :
1. Mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh
rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan
peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan
profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan
sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam
peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa
lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan
termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani
keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan
baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan
kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung
oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan
sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan
dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya
manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai
upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda
dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan
sesuai dengan potensinya.
8. Meningkatkan penguasaan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi
bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi
guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Kemudian
kebijakan tersebut dituangkan ke dalam program-program pembagunan antara lain :
1. Program Pendidikan Dasar dan
Prasekolah
2. Program Pendidikan Menengah
3. Program Pendidikan Tinggi
4. Program Pembinaan Pendidikan Luar
Sekolah
5. Program Sinkronisasi dan Koordinasi
Pembangunan Pendidikan Nasional
6. Program Penelitian, Peningkatan
Kapasitas, dan Pengembangan Kemampuan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
7. Program Peningkatan Kemandirian dan
Keunggulan Iptek
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas masalah pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Sedangkan untuk Manajemen pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas Tilaar dalam bukunya membagi ke dalam 4 bagian, yaitu : Pertama, membahas masalah pokok pengembangan Sistem Pendidikan Nasional, yang mengacu kepada UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Menurutnya Sisdiknas perlu dikelola sebagai suatu sub sistem dari sistem manajemen pembangunan nasional. Dalam hal ini Tilaar mengusulkan gagasan untuk menyusun suatu sistem pendidikan dan pelatihan nasional terpadu (Sisdiklatnas), alasannya adalah karena masalah tenaga kerja terampil telah dan akan merupakan masalah serius yang perlu segera ditanggulangi dalam Raencana Pembangunan Jangka Panjang kedua. Pada bab ini dimuat secara ekstensif dan analitik mengenai manajemen pendidikan dasar.
Kedua,
bagian ini dikemukakan tiga kasus manajemen pendidikan yang manyangkut fungsi
dan peran pendidikan swasta, pendidikan tinggi dan pendidikan didaerah
terpencil; Mengenai pendidikan swasta mengambilk kasus lembaga pendidikan
yang diselenggarakan oleh PGRI, yaitu dibahas mengenai kemitraan pendidikan
swasta dalam Sisdiknas dalam usaha mencari jati diri dari lembaga-lembaga
pendidikan itu. Menurut Tilaar kebijakan pengembangan dan pengelolaan pendidikan
swasta dewasa ini cenderung menuju konformisme yang berarti mematikan jatdiri
pendidikan swasta sendiri. Konformisme akan mematikan kreativitas, inovasi yang
justru mrupakan pupuk bagi suatu kehidupan yang dinamis. Mengenai
pendidikan tinggi mmerlukan oreientasi kelembagaan dan program secara
terus menerus kepada dinamika masyarakat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan
manajemen yang sesuai dengan dan tentunya manajer-manajer pendidikan yang
profesional. Dan mengenai pendidkan daerah terpencil berkisar pada masalah
pemerataan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan.
Ketiga,
Tilaar menjelaskan pertama tentang hasil manajemen pendidikan, yaitu
kesenjangan mutu pendidikan dan tenaga pendidika yang menjalankan dan mengelola
sisdiknas, khususnya tenaga guru pada jenjang SD. Kedua, tentang pendidikan
dalam globalisasi, dimana Tilaar menghimbau negara-negara berkembang tentang
perlunya terobosan baru dalam strategi pendidikan guru. Diantaranya
dikemukakan tetang pendidikan guru yang profesional untuk menghadapi
masyarakat teknologi dan informasi, serta profesi guru sebagai manajer
pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat masa depan.
Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Keempat, bagian ini Tilaar mengembukakan pemikirannya tentang fungsi dan peran Sisdiknas sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional jangka panjang kedua, untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasukai dan menghadapi masyarakat industri modern. Dalam hal ini Tilaar mengemukakan sepuluh kecendrungan (megatrends) dari Sisdiknas. Yang salah satunya adalah menenagi manajemen pendidikan yang rasiona, terpadu, serta dikelola para manajer pendidikan yang profesional.
Salah
satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar
dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai
pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan
sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun
demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang
merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu
yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari
berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan
mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama,
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan
educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.
Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat
produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam
kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang
dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi,
mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production
function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada
proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output
pendidikan.
Kedua,
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi,
yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi
sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan
inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan
mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Berdasarkan
kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah
satunya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan
pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).
Manajemen
berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah
atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.
Esensi
dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian)
yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi
sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga
sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional
yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan,
yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan
berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya,
kemampuan memilih cara pelaksanaan
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah
melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber daya untuk meningkatkan
mutu sekolah. Dengan demikian, secara bertahap akan terbentuk sekolah yang
memiliki kemandirian tinggi.
C. Tantangan dan Solusi Mengatasi
Masalah Pendidikan Nasional
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
Pembangunan Pendidikan Nasional Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional maka Visi pembangunan pendidikan nasional adalah “ Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif dan Berakhlak Mulia “. Beberapa indikator yang menjadi tolak ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :
1. Sistem pendidikan yang efektif,
efisien.
2. Pendidikan Nasional yang merata dan
bermutu.
3. Peran serta masyarakat dalam
pendidikan.
Permasalahan
klasik di dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah
strategis dari pemerintah untuk mengatasinya antara lain;
a.
Kurangnya
Pemerataan kesempatan pendidikan. Sebagian besar masyarakat merasa hanya
memperoleh kesempatan pendidikan masih terbatas di tingkat sekolah dasar.
b.
Rendahnya
tingkat relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah angka pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia,
yang kenyataanya tidak hanya dipengaruhi oleh terbatasnya lapangan kerja. Namun
adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil pendidikan dan kebutuhan kerja.
c.
Rendahnya
mutu pendidikan. Untuk indikator rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari
tingkat prestasi siswa. Semisal kemampuan membaca, pelajaran IPA dan
Matematika. Studi The Third International Mathematic and Science Study Repeat
TIMSS-R pada tahun 1999 menyebutkan bahwa diantara 38 negara prestasi siswa SMP
Indonesia berada pada urutan 32 untuk IPA dan 34 untuk Matematika.
D. Guru Dan Kualitas Pendidikan.
Guru merupakan faktor penentu tinggi rendahnya kualitas
hasil pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu
hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, faktor
kesejahteraannya, dll. Dewasa ini persoalan guru masih ada muncul yaitu dengan
jumlah kekurangan guru yang cukup besar khususnya di daerah-daerah terpencil
maka kita juga tidak dapat berharap akan terciptanya kualitas pendidikan.
Disamping itu masalah distribusi guru juga tidak merata, baik dari sisi daerah
maupun dari sisi sekolah. Dalam banyak kasus, ada SD yang hanya memiliki tiga
hingga empat orang guru sehingga mereka harus mengajar secara paralel dan
simultan.
Belum lagi hal yang berkaitan dengan prasyarat akademis,
baik itu menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian latar belakang bidang
studi dengan pelajaran yang harus diberikan. Semisal, masih cukup banyak guru
SMA/SMK yang belum berkualifikasi pendidikan sarjana atau strata satu. Seperti
yang bersyaratkan dalam UU Guru dan Dasar.
Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang
banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen
tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak
dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses
diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama
ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara
eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk
guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU
Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah
yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau
buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak
mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara
khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU
Kepegawaian.
UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama
dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan
dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta.
Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi
perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas
mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci.
Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru,
kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari
masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan
sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Ada
beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan,
hal-hal tersebut adalah :
1. Standardisasi.
a. Standardisasi penyelenggaraan
pendidikan.
Sampai
saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak
jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum
memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang
diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan
diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan
yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari
memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik
dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di
indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan
untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu
negeri maupun swasta.
b. Standardisasi kompetensi guru.
Hal ini akan tercantum pada pasal 8
UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik. Pasal 8
menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional”. Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi
ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di
dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi
sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi
pendidikan bangsa. Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan
kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi
pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan
meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah
menjadikan guru sebagai tenaga profesional.
c. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11
item Hak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk
penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan
guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan
tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga
jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen.
Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang
telah memiliki sertifikat pendidik.
Disamping
tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang
tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi
:
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru
untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
UU
Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya
di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta
dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat
terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum
mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula
dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan
mencapai tujuan yang diharapkan. Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua)
undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan
nasional secara keseluruhan.
BAB IV
KESIMPULAN
Tantangan
globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa
Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang
global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang
terintegrasi.
Sistem
pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu
pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu
alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan
komplek.
Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Capra, Fritjof 91981), Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, Bentang, Yogyakarta.
Program
Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 – 2004 Pembangunan Pendidikan,
Departemen Pendidikan Nasional Indonesia
Tilaar
(2003), Manajemen Pendidikan Nasional, Remadja Rosdakarya, Bandung.
Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.
Umaedi, (1999), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah Sebuah pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah untuk peningkatan mutu, Debdiknas.
Suwarman
H, Engking (2005), Mata Kuliah Pengelolaan Program Pendidikan Luar Sekolah, PLS
UPI, Bandung.
Tadjudin,
M.K., 2002. Asesmen Institusi untuk Penentuan Kelayakan Perolehan Status
Lembaga yang Mengakreditasi Diri bagi Perguruan Tinggi: Dari Akreditasi Program
Studi ke Audit Lembaga Perguruan Tinggi. Jakarta: BAN-PT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar