MANAJEMEN KONFLIK
Oleh: AWALUDDIN, S.Kom.I
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar
Kader IMM Sulawesi Selatan dan Barat. 085 242 053 496/ awaluddinpasca12@yahoo.com
Definisi
Konflik
- Menurut Webster (1966) dalam Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin, istilah “conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Arti kata itu kemudian berkembang menjadi “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan”.
- Dean G. Pruitt dan Feffrey Z. Rubin memaknai konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of interest) atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat kompleksitas. Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.
Definisi
Manajemen Konflik
- Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik.
- Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
- Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
- Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
- Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
- Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Transformasi
Konflik
- Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan
melalui persetujuan damai.
3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan
dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
4. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang
bermusuhan.
5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik
sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
- Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Proses
Manajemen Konflik
- Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal.
- Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
- Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
Teori-teori
Utama Mengenai Sebab-sebab Konflik
1. Teori hubungan masyarakat. Menganggap bahwa konflik disebabkan
oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara
kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran: meningkatkan komunikasi
dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta
mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman
yang ada didalamnya.
2. Teori kebutuhan manusia. Menganggap bahwa konflik yang
berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang
tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah
keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi. Sasaran:
mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak
terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
3. Teori negosiasi prinsip. Menganggap bahwa konflik
disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan
tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran: membantu
pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah
dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan
mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses
kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
4. Teori identitas. Berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau
penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Sasaran: melalui fasilitas
lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat
mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun
empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
5. Teori kesalahpahaman antarbudaya. Berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang
berbeda. Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai
budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak
lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
6. Teori transformasi konflik. Berasumsi bahwa konflik disebabkan
oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Penyebab
Konflik (1)
- Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi karena allternatif yang bersifat integrative dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam ini terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap.
- Aspirasi dapat mengakibatkan konflik karena salah satu dari dua alasan, yaitu masing-masing pihak memiliki alasan untuk percaya bahwa mereka mampu mendapatkan sebuah objek bernilai untuk diri mereka sendiri atau mereka percaya bahwa berhak memeiliki objek tersebut. Pertimbangan pertama bersifat realistis, sedangkan pertimbangan kedua bersifat idealis.
Penyebab
Konflik (2)
A. Faktor Manusia
A. Faktor Manusia
1. Ditimbulkan oleh atasan, terutama
karena gaya kepemimpinannya.
2. Personil yang mempertahankan
peraturan-peraturan secara kaku.
3. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual,
antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter.
B.
Faktor Organisasi
1. Persaingan dalam menggunakan
sumberdaya. Apabila
sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau
dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan
potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan tujuan antar unit-unit
organisasi. Tiap-tiap
unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan
bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit
tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah
dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi
menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
3. Interdependensi tugas. Konflik terjadi karena adanya
saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok
yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok
lainnya.
4. Perbedaan nilai dan persepsi. Suatu kelompok tertentu mempunyai
persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para
manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas
yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior mendapat tugas
yang ringan dan sederhana.
5. Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas
aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
6. Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu
unit/departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan
unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya
dalam status hirarki organisasi.
7. Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam
perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan
konflik antar unit/ departemen.
Akibat
Negatif Konflik
- Menghambat komunikasi.
- Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
- Mengganggu kerjasama atau “team work”.
- Mengganggu proses produksi, bahkan dapat menurunkan produksi.
- Menumbuhkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
- Individu atau personil menga-lami tekanan (stress), mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi, dan apatisme.
- Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
Akibat
Positif Konflik
- Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
- Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
- Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan per-baikan dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
- Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
- Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
- Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan: Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka, Memberikan saluran baru untuk komunikasi, Menumbuhkan semangat baru pada staf, Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi, Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
Strategi
Mengatasi Konflik
- Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap kemajuan sebuah organisasi. Beberapa startegei mengatasi konflik antara lain adalah:
1. Contending (bertanding) yaitu mencoba
menerapkan solusi yang lebih disukai salah satu pihak atau pihak lain;
2. Yielding (mengalah) yaitu menurunkan
aspirasi sendiri dan bersedia menerima kurang dari apa yang sebetulnya
diinginkan;
3. Problem Solving (pemecahan masalah)
yaitu mencari alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak;
4. With Drawing (menarik diri)
yaitu memilih meninggalkan situasi konflik baik secara fisik maupun psikologis.
With drawing melibatkan pengabaian terhadap kontroversi, dan
5. Inaction (diam) tidak melakukan apapun,
dimana masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dari pihak lain,
entah sampai kapan.
Konflik
Sebagai Suatu Oposisi
- Konflik, dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen serta menimbulkan perbedaan pendapat, keyakinan, dan ide.
- Dalam pada itu, ketika individu bekerja sama satu sama lain dalam rangka mewujudkan tujuannya, maka wajar seandainya dalam waktu yang cukup lama terjadi perbedana-perbedaan pendapat di antara mereka. Ibarat piring, banyak yang pecah atau retak, hanya karena bersentuhan dengan piring lainnya.
Tahap-tahap
Berlangsungnya Konflik
§ Menurut Mulyasa pada umumnya konflik berlangsung dalam
lima tahap, yaitu tahap potensial, konflk terasakan, pertenangan, konflik
terbuka, dan akibat konflik.
1. Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan di
antara individu, organisasi, dan lingkunan merupakan potensi terjadinya
konflik;
2. Konflik terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan
yang muncul dirasakan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya;
3. Pertentangan, yaitu ketika konflik berkembang
menjadi perbedaan pendapat di anatara individu atau kelompok yang saling
bertentangan;
4. Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan
berkembang menjadi permusuhan secara terbuka;
5. Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik
menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi. Jika konflik
terkelola dengan baik, maka akan menimbulkan keuntungan, seperti tukar pikiran,
ide dan menimbulkan kreativitas. Tetapi jika tidak dikelola dengan baik, dan
melampaui batas, maka akan menimbulkan kerugian seperti saling permusuhan.
Latar
Belakang Konflik
- Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
- Konflik adalah sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi.
- Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Faktor-faktor
Penyebab Konflik
- Adapun faktor-faktor penyebab konflik antara lain:
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan;
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda pula. seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya;
3. Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok, diantaranya menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial; dan
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Tingkatan
Konflik
1. Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang
terjadi dalam diri seseorang. Konflik intrapersonal akan terjadi ketika
individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan,
dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan.
2. Konflik interpersonal, yaitu konflik yang terjadi antar
individu. Konflik yang terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu,
tindakan dan tujuan dimana hasil bersama sangat menentuan.
3. Konflik intragrup, yaitu konflik antara angota dalam
satu kelompok. Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau
efektif. Konflik substantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian
yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang
berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tangapan
emosional terhadap suatu situasi tertentu.
4. Konflik intergrup, yaitu konflik yang terjadi antar
kelompok. Konflik intergrup terjadi karena adanya saling ketergantungan,
perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, da meningkatkatnya tuntutan akan
keahlian.
5. Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar
bagian dalam suatu organisasi.
6. Konflik interorganisasi, yang terjadi antar
organisasi. Konflik inter organisasi terjadi karena mereka memiliki
saling ketergantungan satu sama lain, konflik terjadi bergantung pada tindakan
suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain.
Misalnya konflik yang terjadi antara lembaga pendidikan dengan salah satu
organisasi masyarakat.
Konflik
Intraorganisasi
§ Konflik intraorganisasi meliputi empat sub jenis :
1. Konflik vertikal, yang terjadi antara pimpinan dan
bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu.
Misalnya konflik antara Rektor dengan tenaga kependidikan;
2. Konflik horizontal, yang terjadi antar karyawan atau
departemen yang memiliki hierarkhi yang sama dalam organisasi Misalnya antara
tenaga kependidikan;
3. Konflik lini-staf, yang sering terjadi karena adanya
perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan
oleh manajer lini. Misalnya konflik antara Rektor dengan tenaga administrasi;
4. Konflik peran, yang terjadi karena seserang
memiliki lebih dari satu peran. Misalnya Rektor menjabat sebagai ketua dewan
pendidikan;
Metode
Penyelesaian Konflik
- Dominasi atau Supresi
- Kompromis
- Pemecahan Problem Integrative
Penyelesaian
Konflik: Dominasi atau Supresi
- Metode-metode dominasi dan supresi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu :
1. Mereka menekan konflik, dan bahkan
menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah
tanah”;
2. Mereka menimbulkan suatu situasi
manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih
tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi
tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul.
Tindakan
Supresi dan Dominasi
- Memaksa (Forcing). Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
- Membujuk (Smoothing). Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.
- Menghindari (Avoidence). Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar dating pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
- Keinginan Mayoritas (Majority Rule). Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi.
Penyelesaian
Konflik: Kompromis
- Melalui tindakan kompromi, para manajer mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengorbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sasaran lain.
- Keputusan-keputusan yang dicapai melalui jalan kompromi, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yangberkonflik untuk merasa frustasi atau mengambil sikap bermusuhan.
- Tetapi, dipandang dari sudut pandanga organisatoris, kompromis merupakan cara penyelesaian konflik yang lemah, karena biasanya tidak menyebabkan timbulnya suatu pemecahan, yang paling baik membantu organisasi yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya.
- Justru, pemecahan yang dicapai adalah bahwa ke dua belah pihak yang berkonflik dapat “hidup” dengannya.
Bentuk-bentuk
Kompromis
- Separasi (Separation), pihak yang berkonflik dipisahkan sampai mereka mencapai suatu pemecahan;
- Aritrasi (Arbitration), pihak-pihak yang berkonflik tunduk terhadap keputusan pihak keiga (yang biasanya tidak lain dari pihak manejer mereka sendiri);
- Mengambil keputusan berdasarkan factor kebetulan (Settling by chance), keputusan tergantung misalnya dari uang logam yang dilempar ke atas, mentaati peratuan-peraturan yang berlaku (resort to rules) , dimana para pihak yang bersaingan setuju untuk menyelesaikan konflik dengan berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku;
- Menyogok (Bribing), Salah satu pihak menerima imbalan tertentu untuk mengakhiri konflik terjadi.
Penyelesaian
Konflik: Pemecahan Problem Integrative
- Dengan metode ini konflik antar kelompok dialihkan menjadi sebuah situasi pemecahan masalah bersama, yang dapat dipecahkan dengan bantuan teknik-teknik pemecahan masalah.
- Pihak-pihak yag berkonflik, bersama-sama mencoba memecahkan problem yang timbul antara mereka.
- Justu mereka tidak menekan konflik ataupun mencoba mencari suatu kompromis, tetapi mereka secara terbuka bersama-sama mencoba mencari sebuah pemecahan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Tipe
Penyelesaian Konflik Secara Integrative
- Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode:
1. Consensus (Concencus);
2. Konfrontasi (Confrontation);
dan
3. Penggunaan tujuan-tujuan
superordinat (Superordinate goals)
6 Tipe
Pengelolaan Konflik
- Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang muncul (Dawn M. Baskerville, 1993:65) yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi
yang cenderung untuk menghindari terjadinya konflik. Hal-hal yang sensitif dan
potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin dihindari sehingga tidak
menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan
mengakomodasikan pendapat-pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat
konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya dengan tetap mengutamakan
kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan
konflik dengan cara melakukan negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik,
sehingga kemudian menghasilkan solusi (jalan tengah) atas konflik yang
sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang
berkonflik saling bersaing untuk memenangkan konflik, dan pada akhirnya harus
ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan) kepentingannya demi tercapainya
kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang lebih berkuasa (win-lose
solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang
saling bertentangan akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena
mereka justru bekerja sama secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan,
dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua
pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini
menggunakan kelima style bersama-sama dalam penyelesaian konflik.
Gaya dalam
Penyelesaian Konflik
- Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi, kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan yang dianut oleh seseorang atau organisasi.
- Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut.
- Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).
Taktik
Penyelesaian Konflik
- Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
- Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
- Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
- Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
- Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
- Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa.
- Intervensi (campur tangan) pihak ketiga: Apabila fihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
Penyelesaian
Konflik dengan Pihak Ketiga
- Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
- Penengahan (mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
- Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Faktor-faktor
yang mempengauhi pendekatan kita pada konflik (KAPOW)
K= KNOWLEDGE
(Pengetahuan)
- Sejauh mana anda mengetahui isu pihak lain?
- Sejauh mana pihak lain mengetahui isu anda?
- Sejauh mana anda mengetahui masalahnya?
A= AUTHORITY
(Wewenang)
- Apakah anda punya wewenang untuk mengambil keputusan?
- Apakah pihak lain punya wewenang untuk mengambil keputusan?
P= POWER
(Kekuatan)
- Sejauh mana anda dapat memberi pengaruh terhadap situasi?
- Seberapa besar kekuatan yang dimiliki pihak lain atas diri anda?
O= OTHER
(Relasi)
- Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi anda?
- Seberapa tinggi pentingnya relasi bagi pihak lain?
W= WINNING
(Kemenangan)
- Seberapa pentingnya unsur kemenangan?
- Apakah anda harus menang?
- Apakah pihak lain harus menang?
- Apakah kompromi dapat diterima?
- Apakah kekalahan dapat diterima?
Meangani
Konflik dengan Cara ACES
- A= Asses the Situation (Mengenali Situasi)
- C= Clarify the Issues (Memperjelas Permasalahan)
- E= Evaluate Alternative Approaches (Menilai Pendekatan-pendekatan Alternatif)
- S= Solve the Problem (Mengurai Permasalahan)
Petunjuk
Pendekatan pada Situasi Konflik
- Diawali melalui penilaian diri sendiri
- Analisa isu-isu seputar konflik
- Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
- Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
- Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
- Mengembangkan dan menguraikan solusi
- Memilih solusi dan melakukan tindakan
- Merencanakan pelaksanaannya
Hal-hal yang
Perlu Diperhatikan dalam Mengatasi Konflik
- Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.
- Cegahlah konflik yang destruktif sebelum terjadi.
- Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak karyawan.
- Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
- Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
- Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
- Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
- Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar unit/departemen/ eselon.[]
Bulaksumur, 22 Februari 2010
Nur Sayyid Santoso Kristeva, S.Pd.I, M.A.
Referensi
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving
Organizational Effectiveness through Transformational Leadership, Sage,
Thousand Oaks.
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and
Organizational Behavior, Harper and Brothers, New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The
Strategies for Taking Charge, Harper and Row, New York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in
Organizations, Sage, London.
Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row,
New York.
Baskerville, Dawn M., May 1993. How Do You Manage
Conflict?. Black Enterprise. Evert Van De Vliert (University of
Groningen) and Boris Kabanoff (University of New South Wales).
Brown, Waren B. dan Denis J. Moberg, Organization
Theory and Mangement: A Macro Approach, (New York : John Wiley &
Sons,1980)
Carrol,
Stephen J., & Henry L. Tosy, Organizational Behavior, John Willey
& Son, New York, 1977
Claassen, Ron, (1999). Center for Peacemaking and
Conflict Studies, Adapted from Shawchuck. Ada dalam Duane Ruth-Heffelbowr, Conflict
& Peacemaking Across Cultures Training for Trainers, Fresno Pacific
University, 1999.
C. Handy, Understanding Organizations, (London
: Penguin, 1985), dikutip langsung oleh Eugene McKenna dan Nic Beec, The
Essence of : Manajemen Sumber Daya Manusia,Trj. Toto Budi Santoso,
(Yogjakarta : Penerbit Andi, 2002)
Davis, Richard, 1998. Exploding the Myths Of High
Performance Teams. Buckingham. UK: Vanguard Consulting Ltd.
Desmond graves, Corporate Culture : Diagnosis and
Change Auditing and Changing the Culture of Organization, (London : Frances
Pinter Publishing, 1986)
Etzioni, Amitai, Complex Organization : A
Sociological Reader, (New York: Rine Hart & Winston, 1961)
Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership
Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of
social power', in D. Cartwright and A. Zander (eds.), Group
Kozan, M. Kamil, 2002. Subcultures and Conflict
Management Style. Management International Review.
March 1990. Toward Theory-Based Measures Of
Conflict Management. Academy of Management Journal.
Moedjiono,
Imam. (2002). Kepemimpinan dan Keorganisasian, Yogyakarta: UII Press.
Noe,
Hollenbeck, Gerhart, Wright. 2000. Human Resource Management:Gaining a
Competitive Advantage. International Edition. Third Edition. McGraw-Hill
Companies. Inc.
Purwanto, M.
Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosda
Karya, Cet. VIII.,1998)
Ridwan, Teori
Kepemimpinan, Makalah disampaikan pada Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa
(PKM) BEM STAIN Purwokerto, 23-24 November 2007.
Robbins, Stephen P., Organizational Theory:
Structure Design and Aplication (New Jersey : Prentice Hall, Inc., 1990)
Robbins, Stephen dan Mary coulter. 2007. Management,
8th Edition. NJ: Prentice Hall.
Siagian,
Sondang P., Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, Cet. II.,
1971.
Sutarto, Dasar-dasar
Kepemimpinan Administrasi, Gadjah Mada University Press, 1986.
Stoner,
James A.F., Management, Secont Editions, Prentice-Hall International,
Inc., 1982.
Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership
for Nurse Managers ( 2 th ed) Jones and Bartlett Publishers Inc,
London England.
Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N.
Osborn, Managing Organizational Behavior, John Wiley & Sons,lnc.,
New York, 1985.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi suatu Pengantar,
(Jakarta : Grafindo, 2003)
Sathe, Vijay, Culture and Related corporate
Realities, (Homewood : Richard D. Irwin, Inc., 1985)
Schein, Edgar H., Organizational Culture and
Leadershif, (San Fransisco : Josseybass Publ, 1992).
Silalahi, Bennet, Corporate Culture and Performance
Appraisal, (Jakarta: Republika, 27 Juli 1994
Sallis,
Edward, (1993). Total Quality Management in Education, Philadelphia,
London
Thierauf,
Robert J., Robert C. Klekamp, Daniel W. Gedding, Management Principles and Practices:
A Contigency and Questionnare Approach, John Willey & Son, New York,
1997
Tomey, Ann Marriner,(1996). Guide To Nursing
Management and Leadership. Mosby–Year Book, Inc St Louis
USA.
Tosi, Henry L. John R. Rizzo,and Stephen J. Carrol. Managing
Organizational Behavoir, Ballinger Publishing Company, Cambridge,
Massachusetts, 1986.
Thoha,
Miftah. (2003). Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tjiptono,
Pandi & Anastasia Diana. (2001). Total Quality Management,Yogyakarta:
Andi.
Wursanto.
(2002). Dasar-dasar Ilmu Organisasi, Yogyakarta: Andi.
Yukl, Garry, Kepemimpinan dalam Organisasi,
terj. Jusuf udaya, Prehalindo, Jakarta, 1994.[]